Sekarang, usia menikah kaum pria kian tinggi. Bukan hal yang aneh, bahkan pria yang sudah mapan dan penghasilan berlebih pun, tapi jodoh tak juga datang. Alasannya ternyata sepele, sulit untuk mendapatkan istri yang ideal dan mau mengerti. Tapi, sungguhkah demikian sulit? Sebenarnya tidaklah sulit memilih istri, jika para pria tak mematok "harga"�terlalu tinggi. Biasanya, harga yang tinggi itu karena tingkat ketakutan yang tinggi juga.
Harga itu biasnya berupa ketaatan pada ajaran agama dan suami, bertanggung jawab penuh terhadap rumah tangganya, memprioritasutamakan rumah tangga dibandingkan yang lain, menempatkan sang suami sebagai kepala keluarga, mengikhlaskan dirinya untuk mengelola rumah tangga, serta mengerjakan semua urusan rumah tangganya tanpa menunggu perintah. Gila, nggak? Padahal, menurut sikolog sekaligus konsultan perkawinan, Dra Ieda Poernomo Sigit Sidi, "Jika itu yang Anda harapkan, maka yang Anda cari adalah produk tahun 60-an. Sekarang "stok"�-nya sudah jarang!"�
Seseungguhnya, alasan yang sangat mendasar mengapa manusia itu perlu menikah yaitu dikarenakan kebutuhan psikologis. Sebagai makhluk sosial, manusia itu perlu berteman. Sahabat saja tidak cukup karena sifatnya yang bisa berubah-ubah atau tidak permanen. Secara psikologis kita memerlukan teman yang cocok dalam hal berbagi kehidupan. Isteri adalah pasangan hidup sekaligus teman hidup suami. Artinya, mereka sudah berikrar baik dalam susah maupun senang untuk selalu bersama-sama, saling membantu, dan dapat saling menerima apa adanya.
Itulah sebenarnya idealnya seorang pasangan hidup. Secara konseptual, istri yang ideal adalah istri yang bisa mengerti suaminya, dan sebaliknya, bisa dimengerti oleh suaminya. Namun, sebelum Anda menentukan wanita ideal untuk dijadikan pasangan hidup, Anda harus jelas terlebih dahulu dengan konsep diri Anda.
Kenali diri. Langkah pertama sebelum menentukan calon istri adalah kenali dulu diri Anda sendiri. Kalau Anda termasuk tipe laki-laki yang ingin selalu dihormati penuh sebagai kepala keluarga, Anda harus tahu konsekuensinya. Penuhi dulu nafkah keluarga, jangan cuma menuntut pada orang lain, tetapi tuntutlah diri Anda terlebih dahulu. Selain itu berusahalah keras untuk menjadi penanggung jawab keluarga secara penuh.
Jika Anda termasuk tipe pria yang tidak yakin terhadap diri sendiri, apakah bisa mencari nafkah secara penuh buat keluarganya atau tidak, maka sebaiknya cari istri yang bisa bahu membahu dengan suami, jangan cari yang bergantung terus pada Anda, karena jika begitu, akan terbayang kesulitannya. Kalau Anda juga termasuk orang yang tidak yakin terhadap kelanggengan pekerjaan yang Anda miliki, maka carilah juga istri yang bisa fleksibel dalam mengarungi kehidupan.
Sementara apabila Anda adalah tipe pria yang dibesarkan dalam lingkungan demokratis, tidak gender bias, dalam arti tidak mengenal pekerjaan pria atau wanita, maka Anda pun sebaiknya mencari pasangan yang seperti itu, sehingga tidak timbul bentrok nantinya.
Dengan mengenali diri Anda sendiri, maka dengan sendirinya Anda akan menjadi lebih mudah mencari siapa calon istri yang cocok, dengan segala kelebihan dan kekurangan yang Anda miliki.
Uji calon. Kenali keluarganya dengan mengajaknya ngobrol ringan tapi serius. Jangan-jangan calon Anda itu termasuk wanita yang kurang suka dengan keberadaan anak kecil di sekitarnya.
Lihatlah dengan siapa dia bergaul, seperti apa teman-temannya, bagaimana bentuk hubungan dengan teman-temannya, apakah tulus, solidaritas atau ada kekuatan. Kekuatan artinya apakah dia punya kekuasaan, atau karena dia memiliki banyak uang untuk memberi teman. Dengan mengenali teman-temannya maka Anda akan mengenali dia juga.
Pelajari sifat pasangan ketika berbicara mengenai pekerjaannya, sebab dari obrolan tersebut kita bisa tahu bagaimana cara dia mengklarifikasi suatu masalah.
Jadi, dalam mengenali calon pasangan Anda, jangan hanya mengenali sosok dia sendiri, namun juga dengan tiga hal di atas. Meski begitu, yang paling penting, adalah bersyukur dan menerima apa yang disediakan Tuhan kepada kita.
Nah, tak terlalu sulit kan? Tentu, jika Anda memang berniat menikah dan tak lagi bertipe lelaki tahun 1960-an itu. (cn02)
Harga itu biasnya berupa ketaatan pada ajaran agama dan suami, bertanggung jawab penuh terhadap rumah tangganya, memprioritasutamakan rumah tangga dibandingkan yang lain, menempatkan sang suami sebagai kepala keluarga, mengikhlaskan dirinya untuk mengelola rumah tangga, serta mengerjakan semua urusan rumah tangganya tanpa menunggu perintah. Gila, nggak? Padahal, menurut sikolog sekaligus konsultan perkawinan, Dra Ieda Poernomo Sigit Sidi, "Jika itu yang Anda harapkan, maka yang Anda cari adalah produk tahun 60-an. Sekarang "stok"�-nya sudah jarang!"�
Seseungguhnya, alasan yang sangat mendasar mengapa manusia itu perlu menikah yaitu dikarenakan kebutuhan psikologis. Sebagai makhluk sosial, manusia itu perlu berteman. Sahabat saja tidak cukup karena sifatnya yang bisa berubah-ubah atau tidak permanen. Secara psikologis kita memerlukan teman yang cocok dalam hal berbagi kehidupan. Isteri adalah pasangan hidup sekaligus teman hidup suami. Artinya, mereka sudah berikrar baik dalam susah maupun senang untuk selalu bersama-sama, saling membantu, dan dapat saling menerima apa adanya.
Itulah sebenarnya idealnya seorang pasangan hidup. Secara konseptual, istri yang ideal adalah istri yang bisa mengerti suaminya, dan sebaliknya, bisa dimengerti oleh suaminya. Namun, sebelum Anda menentukan wanita ideal untuk dijadikan pasangan hidup, Anda harus jelas terlebih dahulu dengan konsep diri Anda.
Kenali diri. Langkah pertama sebelum menentukan calon istri adalah kenali dulu diri Anda sendiri. Kalau Anda termasuk tipe laki-laki yang ingin selalu dihormati penuh sebagai kepala keluarga, Anda harus tahu konsekuensinya. Penuhi dulu nafkah keluarga, jangan cuma menuntut pada orang lain, tetapi tuntutlah diri Anda terlebih dahulu. Selain itu berusahalah keras untuk menjadi penanggung jawab keluarga secara penuh.
Jika Anda termasuk tipe pria yang tidak yakin terhadap diri sendiri, apakah bisa mencari nafkah secara penuh buat keluarganya atau tidak, maka sebaiknya cari istri yang bisa bahu membahu dengan suami, jangan cari yang bergantung terus pada Anda, karena jika begitu, akan terbayang kesulitannya. Kalau Anda juga termasuk orang yang tidak yakin terhadap kelanggengan pekerjaan yang Anda miliki, maka carilah juga istri yang bisa fleksibel dalam mengarungi kehidupan.
Sementara apabila Anda adalah tipe pria yang dibesarkan dalam lingkungan demokratis, tidak gender bias, dalam arti tidak mengenal pekerjaan pria atau wanita, maka Anda pun sebaiknya mencari pasangan yang seperti itu, sehingga tidak timbul bentrok nantinya.
Dengan mengenali diri Anda sendiri, maka dengan sendirinya Anda akan menjadi lebih mudah mencari siapa calon istri yang cocok, dengan segala kelebihan dan kekurangan yang Anda miliki.
Uji calon. Kenali keluarganya dengan mengajaknya ngobrol ringan tapi serius. Jangan-jangan calon Anda itu termasuk wanita yang kurang suka dengan keberadaan anak kecil di sekitarnya.
Lihatlah dengan siapa dia bergaul, seperti apa teman-temannya, bagaimana bentuk hubungan dengan teman-temannya, apakah tulus, solidaritas atau ada kekuatan. Kekuatan artinya apakah dia punya kekuasaan, atau karena dia memiliki banyak uang untuk memberi teman. Dengan mengenali teman-temannya maka Anda akan mengenali dia juga.
Pelajari sifat pasangan ketika berbicara mengenai pekerjaannya, sebab dari obrolan tersebut kita bisa tahu bagaimana cara dia mengklarifikasi suatu masalah.
Jadi, dalam mengenali calon pasangan Anda, jangan hanya mengenali sosok dia sendiri, namun juga dengan tiga hal di atas. Meski begitu, yang paling penting, adalah bersyukur dan menerima apa yang disediakan Tuhan kepada kita.
Nah, tak terlalu sulit kan? Tentu, jika Anda memang berniat menikah dan tak lagi bertipe lelaki tahun 1960-an itu. (cn02)
No comments:
Post a Comment