Berbeda dari dugaan kita, film-film bioskop yang dikhususkan untuk orang-orang yang telah berumur lebih dari 17 tahun kini makin banyak ditonton oleh kalangan anak-anak yang masih remaja. Bahkan, film-film porno pun makin banyak beredar dan mudah dijangkau oleh masyarakat dari berbagai usia, termasuk anak-anak di bawah umur.
Menurut sebuah studi terbaru, alur cerita film-film berlabel X ini ? yang sering memperlihatkan bahwa hubungan seks sama sekali tidak mempunyai kosekuensi apa-apa ? telah menimbulkan masalah serius. Film-film seperti itu, katanya, sangat terkait dengan munculnya perilaku seks berisiko tinggi di kalangan remaja.
Masalah yang selama ini sangat banyak menyita perhatian mungkin hanyalah keprihatinan terhadap kekerasan yang diekspos oleh media massa dan dampak buruknya terhadap perkembangan anak-anak remaja.
Sangat sedikit perhatian yang diberikan terhadap kemungkinan pengaruh buruk dari kandungan film-film yang terang-terangan mengekspos seksual ini terhadap perilaku remaja. Inilah yang menjadi sorotan studi yang dilakukan Dr. Gina M. Wingood dari Emory University di Georgia, Amerika Serikat, bersama timnya.
Tim tersebut baru-baru ini melakukan penelitian terhadap 522 gadis dengan usia antara 14 sampai 18 tahun. Ternyata, sebanyak 30% mengaku pernah menyaksikan film porno selama tiga bulan terakhir. Menurut ukuran Wingood, angka ini sudah sangat memprihatinkan.
Peneliti ini tidak memastikan di mana gadis-gadis ini menonton film yang hanya diperbolehkan untuk orang dewasa itu. Namun, menurut Wingood, fakta ini saja sudah semestinya menjadi peringatan keras bagi para orangtua. Meskipun ada larangan, banyak remaja tidak kesulitan memperoleh akses ke film-film khusus dewasa tersebut.
Namun, yang lebih mengkhawatirkan ialah pengaruh film-film tersebut terhadap perilaku seksual remaja dalam kehidupan nyata. Menurut laporan tim tersebut dalam jurnal Pediatrics edisi Mei ini, remaja perempuan yang pernah menonton film jenis ini kemungkinan besar akan mempunyai lebih dari satu pasangan seksual. Mereka ternyata juga lebih sering melakukan hubungan seks.
Dalam kegiatan seksnya, mereka juga lebih besar kemungkinan mengabaikan penggunaan kondom. Juga, mereka tidak begitu peduli terhadap penggunaan pil KB. Akibatnya ? dan ini yang lebih menakutkan ? gadis-gadis ini ternyata mempunyai kemungkinan sebesar 70% terinfeksi oleh penyakit kelamin klamidia.
Menurut Wingood, perilaku seks remaja akan lebih mudah terpengaruh ketimbang dewasa oleh media massa. Besar kemungkinan kelompok usia ini akan meniru apa yang mereka tonton dalam film-film khusus dewasa tersebut.
Memang harus diakui, penelitian ini dilakukan di Amerika Serikat dengan kultur dan lingkungan yang berbeda. Namun, tanpa kita sadari, hal yang sama pun kemungkinan besar terjadi juga di negeri ini. Karena itu, ada baiknya apabila batas usia yang tertera dalam setiap judul film benar-benar diterapkan di bioskop-bioskop yang terdapat di berbagai sudut negeri ini.***
Menurut sebuah studi terbaru, alur cerita film-film berlabel X ini ? yang sering memperlihatkan bahwa hubungan seks sama sekali tidak mempunyai kosekuensi apa-apa ? telah menimbulkan masalah serius. Film-film seperti itu, katanya, sangat terkait dengan munculnya perilaku seks berisiko tinggi di kalangan remaja.
Masalah yang selama ini sangat banyak menyita perhatian mungkin hanyalah keprihatinan terhadap kekerasan yang diekspos oleh media massa dan dampak buruknya terhadap perkembangan anak-anak remaja.
Sangat sedikit perhatian yang diberikan terhadap kemungkinan pengaruh buruk dari kandungan film-film yang terang-terangan mengekspos seksual ini terhadap perilaku remaja. Inilah yang menjadi sorotan studi yang dilakukan Dr. Gina M. Wingood dari Emory University di Georgia, Amerika Serikat, bersama timnya.
Tim tersebut baru-baru ini melakukan penelitian terhadap 522 gadis dengan usia antara 14 sampai 18 tahun. Ternyata, sebanyak 30% mengaku pernah menyaksikan film porno selama tiga bulan terakhir. Menurut ukuran Wingood, angka ini sudah sangat memprihatinkan.
Peneliti ini tidak memastikan di mana gadis-gadis ini menonton film yang hanya diperbolehkan untuk orang dewasa itu. Namun, menurut Wingood, fakta ini saja sudah semestinya menjadi peringatan keras bagi para orangtua. Meskipun ada larangan, banyak remaja tidak kesulitan memperoleh akses ke film-film khusus dewasa tersebut.
Namun, yang lebih mengkhawatirkan ialah pengaruh film-film tersebut terhadap perilaku seksual remaja dalam kehidupan nyata. Menurut laporan tim tersebut dalam jurnal Pediatrics edisi Mei ini, remaja perempuan yang pernah menonton film jenis ini kemungkinan besar akan mempunyai lebih dari satu pasangan seksual. Mereka ternyata juga lebih sering melakukan hubungan seks.
Dalam kegiatan seksnya, mereka juga lebih besar kemungkinan mengabaikan penggunaan kondom. Juga, mereka tidak begitu peduli terhadap penggunaan pil KB. Akibatnya ? dan ini yang lebih menakutkan ? gadis-gadis ini ternyata mempunyai kemungkinan sebesar 70% terinfeksi oleh penyakit kelamin klamidia.
Menurut Wingood, perilaku seks remaja akan lebih mudah terpengaruh ketimbang dewasa oleh media massa. Besar kemungkinan kelompok usia ini akan meniru apa yang mereka tonton dalam film-film khusus dewasa tersebut.
Memang harus diakui, penelitian ini dilakukan di Amerika Serikat dengan kultur dan lingkungan yang berbeda. Namun, tanpa kita sadari, hal yang sama pun kemungkinan besar terjadi juga di negeri ini. Karena itu, ada baiknya apabila batas usia yang tertera dalam setiap judul film benar-benar diterapkan di bioskop-bioskop yang terdapat di berbagai sudut negeri ini.***
No comments:
Post a Comment